“ Hujan Taman Komplek “

Cast : Gamiel Sylvester & Bee Christmas.


Sabtu pagi menuju siang itu, Bee sedang makan es krim kesukaannya. Ia sendirian di ayunan gantung di taman komplek rumahnya. Sepi dan sunyi, tapi begitu indah dengan berbagai macam bunga yang kebanyakan berwarna putih dan merah muda itu. Sangat feminim, bukan? Coba Bee tebak, ada mawar merah muda, tulip putih, peony, calla-lily putih, ranunculus putih, gardenia, dan anyelir merah muda.

Tiba-tiba, saat ia tengah melamun dan bermonolog dalam hati, tanpa sadar duduklah seorang  pria di ayunan yang berada di sebelahnya. Sebenarnya, Bee sedikit terkejut, namun ia kembali menormalkan keterkejutannya.

“Hai, nama kamu pasti Bee Christmas, ya?”

Bee mengangguk dan sedikit tersenyum.

“Kenalin, namaku Gamiel Sylvester, tetangga baru seberang rumahmu.”

Gamiel tersenyum seraya menampakkan gigi putihnya. Bee menaikkan satu alisnya. Sejenak menimbang. Tak lama, ia mengulurkan tangan kanannya kepada Gamiel.

“Bee.”

“Gamiel.”

Ucap Gamiel seraya menerima uluran tangan halus dan putih susu milik Bee. Gamiel sangat terpesona pada Bee, bagaimana tidak? Gadis SMA yang sangat manis dan cantik, dengan sejuta kesibukannya di luar sekolah, saat Gamiel diam-diam selalu menatapnya dari balkon kamarnya, akhirnya mereka dapat berkenalan secara langsung. Mimpi apa dia semalam?

“Ku kira, rumah itu akan kosong selamanya.”

Gamiel mengerutkan alisnya. Ia bingung mendengar perkataan Bee. Apa maksud gadis ini?

“Maksudmu apa?”

“Nggak ada, lupain aja.”

Bee mengedikkan bahunya. Ia takut kebablasan mengungkap fakta tentang rumah kosong itu.

“Kamu tau, aku pindah kesana juga gara-gara lokasinya dekat dengan tempat penelitianku.”

Kedua mata Bee membulat sempurna. Lihat, dia sangat lucu, bukan?

“Kamu peneliti?”

Gamiel menggeleng seraya terkekeh pelan. Tanpa ia sadari, tangan kanannya mengelus pelan puncak kepala Bee. Bee tersentak. Pasalnya, cuma Mamanya dan mendiang kakaknya yang sering melakukan itu kepadanya, bahkan Papanya pun jarang.

“Aku mahasiswa yang lagi melakukan tugas akhir, Bee. Nggak jauh dari sini, sekitar 5 sampai 10 menit, di tempat pabrik tekstil, disana aku meneliti bahan yang nggak terpakai dan mostly mereka buang. Aku meneliti sampah anorganik mereka.”

Mendengar penjelasan Gamiel, Bee hanya membulatkan mulutnya dan mengangguk sesekali.

“Setiap hari?”

“Enggak juga, sih. Karna tiap hari mereka buang sampah, jadi aku kesana cuma hari senin dan kamis. Hari dimana sampah-sampah mereka sudah terendap total.”

“Begitu?”

Gamiel mengangguk mantap. Ia tersenyum manis pada Bee. 

“Aku lihat-lihat, kamu jarang di rumah, ya Bee? Aku sempat berkunjung ke rumahmu, soalnya. Dan, bertemu Mamamu.” 

“Ya. Lebih tepatnya, aku menyibukkan diri.”

“Menyibukkan diri?”

Bee mengangguk. Tatapannya ia alihkan kepada hamparan bunga-bunga di taman kompleknya itu.

“Iya. Aku sibuk les sampe jam 8 malam setiap senin-kamis, jumat setelah pulang sekolah aku free, hari sabtu libur sekolah tapi aku kerja di radio jam 5-7 pagi dan 7-9 malam, tapi rentang waktu itu biasa aku buat tidur atau ngelukis, dan hari minggunya aku full free deh.”

“Wah... kamu sibuk banget, ya? Apa nggak capek, tuh?”

“Aku seneng, El. Aku ngelakuin itu semua dengan tulus.”

Tiba-tiba gerimis pun datang. Gamiel berdiri dan membuka jaket parasutnya dan merentangkannya diatas kepala keduanya. Bee mengerti kode yang diberikan Gamiel. Ia pun berdiri, dan mereka sama-sama berlari menuju rumah Bee. Untung saja rumah Bee dekat dengan taman tersebut.

Dalam perjalanan, Gamiel memegang jaketnya dan Bee memeluk Gamiel dari samping. Tak lama, mereka sampai di depan pintu rumah Bee dan Bee membukakan pintunya.

“Yah... baju kamu basah, El.”

“Nggak apa-apa, Bee. Aku balik duluan, ya?”

“Eh? El! Tunggu!”

Tiba-tiba saja Bee menarik tangan Gamiel, dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ia mendudukan Gamiel di sofa ruang tamunya.

“Kata Mamaku, nggak baik kalau tamu nggak dijamu dulu dan malah langsung pergi gitu aja. Jadi... kamu duduk dulu, ya? Aku buatin coklat panas, mau nggak?”

“Kopi panas aja, Bee.”

“Oh, oke. Tapi aku ganti baju dulu bentar, gimana?” 

Gamiel menggeleng dan tersenyum menenangkan. Bee segera berjalan cepat menuju kamarnya di lantai 2, lalu turun ke dapur. Dari ruang tamu, Gamiel melotot melihat apa yang dikenakan Bee. Tanktop putih dengan hotpants merah muda. Bahkan gerakan yang menurut orang lain biasa saja, kali ini tidak bagi Gamiel. Gerakan berjinjit saat mengambil kopi di kitchen set atas, membungkuk saat mengambil air di dispenser, dan berdiri tegak saat mengaduk kopi pun, terasa begitu menggugah iman Gamiel. Bee sialan! Tak lama, gadis dalam pikirannya pun berjalan mendekat. Ia memberikan kopi buatannya.

“Sorry ya, kalau lama. Nih kopi panasnya. Aku nggak tahu takaran gula kamu, jadi maafin kalo kemanisan.”

“No problem.”

Gamiel mencicipi kopinya. Sedikit pahit, namun ia suka.

“Oh iya, ini baju kakakku. Kamu mandi trus pake ini aja, ya? Temanin aku sendirian, di luar hujannya makin deres juga, sekalian nunggu Mamaku pulang kerja.”

Gamiel mengedipkan kedua matanya beberapa kali.

“Kamu... seriusan?”

“Nggak.”

Bee memutar bola matanya. Ia menyenderkan badannya di sofa, kemudian bersidekap pongah. Maka, terpampanglah jelas puting payudaranya. Sial! Bahkan ia saja tidak memakai bra! Gamiel meneguk ludahnya susah payah. Degupan jantungnya makin tak karuan. Hey, dia pria normal!

“Kamar mandinya di sebelah dapur, ya El. Tuh disitu, yang pintunya warna coklat.”

Gamiel menggeleng singkat. Ia tersenyum kikuk, lalu mengangguk lemah. Gamiel beranjak ke kamar mandi rumah Bee. Bee pun turut beranjak, namun ia menuju dapur dan membuat susu hangat kesukaannya. Tak lama, Gamiel pun keluar dengan pakaian milik mendiang kakak Bee. Bee terkejut tatkala sepasang tangan memeluknya erat dari belakang, dan menangkup kedua payudaranya. Bee membalikkan tubuhnya dan tiba-tiba saja bibir keduanya bertemu. Bibir manis Bee dengan bibir mint Gamiel.

“Apa yang kamu lakuin ke aku itu... jahat, Bee.”

“Aku nggak—“

Belum sempat Bee menyelesaikan ucapannya, Gamiel kembali menciuminya. Ciuman yang berubah menjadi cumbuan, lalu desahan, telah menemani mereka diatara hujan deras siang itu.




//   T H E   E N D   //

Komentar

Ter-populer