“ Bukan Tarik Tambang “

Cast : Adam Alexander Juang & Jessica Nora Faustina.


Dan disinilah Adam Alexander Juang berdiri. Bersama dengan banyak tamu undangan yang sedang mengantre menuju pelaminan sepasang pengantin baru. Kedua teman seperjuangannya semasa SMA.

Tepat di Jakarta Selatan, di hotel milik sang mempelai wanita. Adam berdiri seorang diri dengan memasukkan kedua tangan di saku celananya, terlihat kharismatik. Namun tiba-tiba, datanglah seorang wanita yg menggandeng lengan kirinya. Adam menaikkan satu alisnya.

“Harusnya, kalau Kak Exand ke pelaminan itu bawa gandengan, Kak, contohnya aku.”

Kata-kata wanita itu seperti dejavu bagi Adam. Hanya satu orang yang memanggil Adam dengan penggalan nama tengahnya: Exand. Apakah wajahnya mirip tokoh yang ada di serial kartun Upin-Ipin?

“Kamu... Jessica Nora?” 

Ucapan Adam terdengar seperti pertanyaan untuk dirinya sendiri. Wanita itu tersenyum manis, lalu mengedipkan satu matanya kepada Adam. Mereka terkekeh bersamaan.

“Ku kira, kamu sudah lupa aku, Kak. Oh nggak! Ku kira, kamu nggak akan balik Indo lagi, Kak Ex, karna terlalu nyaman di Aussie.”

Jessica terkekeh lagi, namun kini Adam memutar bola matanya. Wajahnya kembali datar. Ia tidak menjawab pertanyaan itu, seiring mengeratnya pelukan di lengan kirinya. Adam mengalihkan pandangan ke pasutri baru yang jauh di depannya.

“Kak Exand, apa kabar?”

Adam segera mengalihkan pandangannya ke Jessica.

“Kamu pengen ditanya balik, kabarnya, ya?”

Adam menaikkan satu alisnya, sedangkan Jessica mengangguk beberapa kali sambil tersenyum memamerkan gigi rapinya.

“Baik. Kamu, Jes?”

“Sekarang sih, jauh lebih dari baik, Kak Ex.”

Adam hanya mengangguk merespon Jessica. Jessica masih menatap minat Adam. Adam seperti biasa, terlihat tidak peduli. Walau nyatanya, ia cukup terkesima dengan perubahan drastis dan semakin cantik adik kelasnya ini. Ya, adik kelas yang dulu selalu mengekorinya, bahkan nekat masuk ekstra kurikuler yang sama dengannya. Archery. Padahal ia dan Jessica sama-sama tahu, bahwa Jessica sendiri adalah siswi berkacamata. 

“Kemana Raisa, Kak?”

“Putus.”

“Sejak kapan?”

“Lama.”

“Seriusan, Kak?”

“Iya, lah.”

“Kenapa?”

“Ada deh.”

“Cerita dong.”

“Nggak.”

“Irit banget sih, ngomongnya?”

“Biarin.”

“Lagi puasa duit, ya?”

“Nope.”

“Patah hati?”

“Bukan.”

“Abis bensin?”

“Apaan, sih?”

“Kebanjiran?”

“Nggak jelas, kamu.”

“Sariawan dari SMA-nya nggak sembuh-sembuh ya, Kak?”

Seketika Adam menatap lurus mata Jessica. Jessica yang ditatap intens, tiba-tiba panas dingin dan jantung yang berdegup tak karuan. Ia tersenyum kikuk. Adam dejavu untuk kedua kalinya. Ucapannya sama persis dengan ucapan diri sendiri ketika menolak berbicara dan berdekatan dengan Jessica sewaktu Adam kelas XII.

“Kak Ex—“

“Jessi—“

“Kamu duluan, Kak.”

“Nggak, kamu aja.”

“Aku bisa nunggu, lagi.”

Ladies first, Jes.”

“Oh? Ok. Emmm... Kak Exand, aku mau ngomong—“

“Ini udah ngomong.”

“Ih... jangan dipotong dulu ucapanku, Kak. Tunggu sampai clear bentar, ya?” 

“Iya-iya, bawel.”

“Emmm... Kak Exand, masih jomblo, kan?”

“I’m single and very happy.”

“Lirik lagu, tuh.”

Mereka terkekeh bersamaan. Tak lama, Jessica menatap manik mata Adam lebih intens.

“Kak Exand, mau nggak jadi pacar aku?”

Adam mengedipkan kedua matanya beberapa kali. Tak lama, ia memegang kedua bahu Jessica dan sedikit meremasnya.

“Jes, sebenernya aku mau bilang sesuatu, tapi kamu jangan marah dulu ya? Bisa?”

Jessica mengangguk lemah dengan membeo.

“Sebenernya... aku... emmm... gimana ya, ngomongnya? Kayaknya... anu, Jes... aku... aku... aku kebelet kencing, Jes. Aku ke toilet bentar, ya?”

Secepat kilat Adam pergi meninggalkan Jessica. Perasaan Jessica sungguh campur aduk. Sebenarnya, dia diterima atau ditolak? Ia memegang dada kirinya dengan tangan kanannya dan mengelusnya pelan.

“Kok ada sakit-sakitnya gitu, ya?”

Ia menunduk. Tak lama, saat itu terlalu lama menunduk, ia tidak sadar jika alunan gamelan Jawa telah berhenti dan menjadi hening sesaat. Seseorang tengah mengambil alih mikrofon.

“Tes... tes... permisi... hehe... untuk Jovan dan Natasha, selamat atas pernikahan kalian, semoga langgeng, selalu diberkati Tuhan, dan happily ever after ya, Amin. Tapi... saya ingin meminta waktunya sebentar aja. Boleh ya, Jo? Sha? Hehe... teruntuk kamu, Jessica Nora Faustina... hey, Nora! Please, look at me.”

Jessica terkejut dan segera menatap ke sumber suara. Nampaklah Adam tengah tersenyum memegang mikrofon di samping para pesinden. Senyum hangat namun juga memabukkan bagi Jessica, selalu begitu.

Nora, nama panggilan Adam untuk Jessica saat Adam ingin mengatakan sesuatu yang penting secara serius, seperti dahulu saat Jessica begitu kerap mengikutinya. Termasuk mengganggu kencannya dengan Raisa di taman belakang sekolah. Saat itu Adam sangat marah kepadanya, lalu mengucapkan hal yang menyakitkan dan tidak ingin Jessica ingat lagi, serta terselip nama panggilannya itu.

“Jessica Nora, maaf, jika tadi saya membohongimu dan belum sempat menjawab perasaanmu. Sekali lagi, saya minta maaf. Namun kali ini, ijinkan saya dulu yang mengatakannya dan memintanya kepadamu, agar kamu tidak menunggu saya, lagi dan lagi. Jes, maaf, saya menolak perasaanmu untuk menjadi kekasihmu. Maafkan saya, Jessi.”

Semua orang terkejut dengan maksud Adam. Termasuk Jessica sendiri, dadanya semakin sakit. Matanya mulai berkaca-kaca dan siap menumpahkan air bening itu. Apakah ia akan dipermalukan Adam, kali ini? Jujur saja, ia tidak siap. Tidak untuk kapanpun, sekalipun dengan perasaannya kepada Adam. Nama Adam sudah terpatri dan begitu menggelora di lubuk hati terdalam Jessica, dan mungkin akan sukar dipadamkan. Adam kembali tersenyum menenangkan kepada Jessica.

“Saya, Adam Alexander Juang, atau kamu sering memanggil saya—Kak Exand. Kali ini ijinkan saya yang memintamu untuk menjadi calon istri saya dan ibu dari anak-anak saya kelak. Jessica Nora Faustina, will you marry me?”

Riuh menggema mengakhiri pengungkapan perasaan Adam ke Jessica. Semua orang terkejut dan bahagia, termasuk Jessica. Wajahnya teramat sangat terkejut. Bagaimana bisa? Ini pesta pernikahan kakak kelasnya, namun justru ia di lamar di tempat tersebut. Ia berkaca-kaca menatap Adam. Lebih tepatnya, ia terharu bahagia.

Adam mengembalikan mikrofonnya ke sinden itu, dan berjalan mendekati Jessica dengan melepaskan sebuah kalung dari lehernya. Kalung berbandul cincin berlian berwarna merah darah milik mendiang Ibundanya. Adam memasangkan cincin itu di jari manis tangan kiri Jessica.

“Ini punya mendiang Mamaku, aku belum mempersiapkan ini sebelumnya, tapi karnamu, aku mengalahkan egoku untuk menyimpan lebih lama cincin ini, dan justru ingin ku pasangkan ke jari manismu, Jes.”

“Aku... belum menjawabnya, Kak Ex.”

Adam tersenyum hangat. Ia merengkuh tubuh Jessica dalam pelukan nyamannya. Ia mengelus kepala Jessica dari belakang dengan sayang.

“Nggak perlu, karna aku sudah tau jawabannya. I know you, Jessi, I know you.”

Jessica terkikik. Ia membalas pelukan Adam lebih erat.

“Ya, aku mau, Kak Ex, and I miss you so bad.”

“I love you too, Nora.”

“I love you more, Adam Alexander Juang. Dan makasih, atas tarik ulurnya.”

“Aku prefer tarik tambang aja, Sayang.”

Mereka tertawa bersama. Mereka tidak menyadari, bahwa adegan yang mereka lakukan tadi, termasuk berpelukan-pun, telah menjadi bahan tontonan gratis dengan bumbu-bubu keromantisan di dalamnya.




//   T H E   E N D   //

Komentar

Ter-populer